Penulis : Gilang Kartika
Bulan depan, tepatnya dari tanggal 14 sampai dengan 20 Mei, kita akan memperingati ‘Mental Health Awareness Week’. Hal ini ditujukan untuk membuat lebih banyak orang menyadari pentingnya menjaga kesehatan mental dirinya dan orang-orang yang mereka sayang. Selain itu hal ini dilakukan juga untuk merubah stigma yang hadir di masyarakat tentang kesehatan mental menjadi diskusi yang tidak lagi tabu, melainkan menjadi lebih mudah diterima. Karena salah satu langkah awal kita memperhatikan kesehatan mental kita adalah dengan memulai membicarakannya tanpa adanya rasa ‘beban’ bahwa kita akan digurui atau dinilai negatif. Tidak mudahnya seseorang untuk bercerita secara terbuka, dan tidak mudahnya seseorang untuk mendapatkan akses untuk kesehatan mental mereka merupakan isu yang juga kerap hadir di masayrakat. Di era pandemi seperti ini, isu kesehatan mental menjadi semakin penting untuk dibahas. Kehilangan, ketakutan, kepanikan, serta kesakitan akibat pandemi dua tahun belakangan ini menyebabkan pandemik covid-19 ini tidak hanya berdampak negatif terhadap fisik seseorang tetapi juga kondisi mentalitas mereka. Oleh sebab itu, hal ini sudah seharusnya menjadi prioritas bagi banyak pihak di masyarakat.
Kehadiran brand di masyarakat tidak hanya diharapkan untuk menyediakan produk dan jasa sebagai pemenuh kebutuhan konsumen. Definisi dan fungsi brand saat ini telah banyak berubah. Brand saat ini dituntut untuk memiliki tujuan untuk bisa berdampak positif kepada masyarakat di mana brand itu hadir. Brand ditutut untuk menjadi solusi dari masalah penting yang ada di masyarakat. Salah satunya tentu untuk membantu masyarakat menjaga kesehatan mentalnya. Beberapa brand telah berupaya untuk ikut serta membantu masyarakat menyadari pentingnya kesehatan mental.
Seperti di kutip dari Vogue.com yakni beberapa brand di barat misalnya, telah ikut berpartisipasi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dengan kesehatan mentalnya. Brand DeMellier salah satunya. Mereka telah mendesain kampanye brand dengan tajuk “7 Women, 7 Causes” dan berkolaborasi dengan seorang seniman Chinese-American bernama Fong Ming Liao. Dalam kampanye ini, brand DeMelier menawarkan tujuh tote bag yang menampilan tujuh perempuan yang telah mereka pilih. Perempuan-perempuan terpilih ini kemudian merancang tote bag. Semua keuntungan yang didapatkan dari penjualan tote bag ini kemudian disumbangkan ke komunitas bernama PEERS. Sebuah komunitas dengan anggota yang mengalami kesehatan mental. Organisasi ini memiliki tujuan untuk memberikan solusi yang kreatif dan inovatif strategi untuk mencapai mental yang sehat. Ada juga brand bernama ‘The Happiness Project”. Brand satu ini memiliki misi cukup sederhana yaitu menyebarkan kebahagiaan ke banyak orang. Brand ini melakukannya dengan merancang pakaian dengan tulisan yang diharapkan bisa menjadi semangat bagi mereka yang mentalnya sedang tidak baik. Mereka juga mendonasikan 15% dari hasil penjualan mereka ke institusi “The American Foundation for Suicide Prevention”. Selain brand dari industri fashion, brand asal Inggris yang menawarkan produk buku catatan, bernama “Papier” menunjukkan kepedulian mereka dengan isu kesehatan mental. Brand ini mengerti bahwa salah satu cara untuk menjaga agar mental kita tetap sehat adalah dengan melakukan ‘journaling’. Oleh karenanya brand satu ini menawarkan buku catatan khusus untuk konsumen mereka mencatat “My Wellness Journal” dan buku catatan yang terdiri dari halaman untuk diisi selama 12 (dua belas) minggu untuk mencatat niatan kita, bagaimana kita mengalokasi waktu, dan cerita-cerita kita tentang pikiran dan perasaan yang kita miliki selama 12 (dua belas) minggu.
Mengutip dari Latana.com, beberapa brand berusaha menunjukkan kepeduliannya dengan merancang pesan dalam konten komunikasi mereka kepada konsumen. Contoh brand coklat “Maltesers” yang merancang kampanye bertajuk #TheMassiveOvershare yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian akan kesehatan mental seorang ibu dan membantu para ibu mendapatkan dukungan dan bantuan yang mereka butuhkan. Di sisi lain brand kosmetik “Maybeline” menargetkan kampanye mereka yang bertajuk “Brave together” ke perempuan generasi Z, yang berumur 14 sampai dengan 24 tahun. Kampanye ini dilakukan dengan menciptakan sebuah website bernama “Brave Together Website”. Di website ini target dari kampanye ini bisa membaca kisah nyata dari perempuan sebaya mereka tentang perjuangan mereka berusaha sehat dari penyakit-penyakit mental. Brand ini pun memilih bekerja sama dengan seorang aktris muda yang terkenal berani menyuarakan pendapatnya tentang ketidak setaraan dalam perihal ras, kesehatan mental dan inclusivity. Kita bisa belajar dari brand satu ini bahwa ketika banyak brand lain juga ikut serta merancang kampanye yang menunjukkan keperdulian mereka akan kesehatan mental konsumennya, kita juga harus jeli dan berempati memikirkan siapakah target dari kampanye yang kita rancang. Walau kesehatan mental penting bagi semua orang, tapi dengan mempelajari kesehatan mental seperti apa dan mengerti demografi mana yang terdampak, membuat pesan yang kita rancang akan lebih tepat sasaran dan lebih relevan bagi nilai yang ditawarkan brand kita.
Support brand untuk meningkatkan kepedulian masyarakat akan kesehatan mereka juga tidak hanya terjadi kepada brand yang menawarkan produk saja. Bangtan BTS atau yang juga dikenal sebagai ‘Bangtan Boys’ adalah brand dalam bentuk grup musik asal Korea Selatan. Grup musik satu ini begitu mudah dicintai oleh para pendengar musiknya di seluruh dunia karena mereka dikenal berhasil menunjukkan kepedulian mereka akan kesehatan mental melalui lagu-lagu yang mereka ciptakan. Kepedulian BTS ini bahkan bisa meruntuhkan hambatan bahasa yang bisa saja membuat penggemarnya sulit mengerti arti lagu BTS yang mayoritas ditulis dalam bahasa Korea. Dengan lirik-lirik yang begitu relevan, empati, menyentuh, hangat dan memberikan dukungan kepada pendengar mereka yang sedang berjuang demi kesehatan kondisi mentalnya, mereka berhasil menjadi bagian dari kampanye anti kekerasan UNICEF di tahun 2017. Kampanye tersebut bertajuk “Love Myself”. Tidak heran komunitas ARMY begitu protektif terhadap anggota grup musik BTS.
Contoh terbaru datang dari konsultan periklanan, pemasaran dan public relations Ogilvy cabang UK. Baru-baru ini mereka memutuskan untuk tidak mau melakukan kerja sama dengan influencers dan brand-brand yang menciptkan konten dengan model yang melalui proses ‘digital retouch’ untuk memperlihatkan wajah dan badan yang tidak sesuatu dengan wajah dan badan mereka seharusnya. Aksi ini dilakukan Ogilvy karena mereka peduli akan adanya dampak negatif dari banyaknya konten di media sosial yang diubah. Adanya keindahan yang bersifat ‘tidak asli’ dan cenderung tidak jujur ini telah banyak membuat banyak generasi muda saat ini yang tidak merasa percaya diri terhadap kondisi wajah dan tubuh mereka. Belajar dari beberapa contoh brand-brand yang sudah menunjukkan kepedulian mereka akan kondisi kesehatan mental masyarakat, ada beberapa poin yang bisa diperhatikan sebelum brand kita melakukan hal yang serupa; (1) Anda harus memakai empati anda: Isu kondisi kesehatan mental bukanlah isu yang mudah bagi siapapun. Maka tulus dan berempatilah terlebih dahulu sebelum anda merancang kampanye, produk atau karya yang menunjukkan kepedulian brand anda akan kondisi kesehatan mental masyarakat; (2) Kenali siapa yang anda ingin jadikan sasaran. Isu kesehatan mental penting bagi semua orang di masyarakat. Namun, usaha anda akan lebih tepat sasaran bila anda pelajari terlebih dahulu demografi masyarakat yang ingin anda targetkan; (3) kerjakanlah sepenuh hati jangan setengah-setengah. Mengangkat kondisi kesehatan mental harus dilakukan sepenuh hati, karena dengan begitu usaha anda pun akan lebih bisa diterima masyarakat; (4) berhati-hati dengan apa yang anda kerjakan. Jangan sampai niat baik anda malah menyakitkan orang lain, terutama menyakitkan kesehatan mental mereka; (5) berkolaborasi lah dengan brand lain. Segala urusan yang sulit untuk dilakukan akan lebih mudah bila dilakukan bersama-sama. Tidak ada salahnya untuk mengajak brand-brand lain untuk juga ikut peduli akan kondisi kesehatan mental masyarakat. Nah kalau kamu sendiri, bagaimana cara mu dan brand menunjukkan kepedulian mu terhadap kondisi kesehatan mental masyarakat?