• Berbagi Pandangan dan informasi mengenai brand lokal
    Blog & Berita
  • Puluhan Brand dan Terus Bertambah
    Portfolio
  • Kami akan menjawab semua pertanyaan Anda dalam waktu paling lama 24 Jam
    Hubungi Kami
    • Head Office
      Grha Krisbiantoro, Jl. Bromo K 8 Cibubur, Jakarta Timur
    • +62 811 8496 500 (Mobile) / +62 21 2984 1896
    • info@gambaranbrand.com / halogambaranbrand@gmail.com
Piece Rate Payment | Apakah Piece Rate Payment Dapat Memotivasi Karyawan Kita?

Piece Rate Payment | Apakah Piece Rate Payment Dapat Memotivasi Karyawan Kita?

Melanjutkan pembahasan artikel – artikel seri motivasi, berikutnya mari kita melihat salah satu sistem yang sering digunakan untuk memotivasi karyawan, piece rate payment.

Apa itu piece rate paymentPiece rate payment adalah sistem penggajian dimana karyawan kita menerima gaji berdasarkan banyaknya barang yang mereka hasilkan. Contoh dari seseorang yang digaji menggunakan sistem ini adalah seorang pekerja di pabrik mainan yang dibayar berdasarkan berapa mainan yang dia bisa buat dalam sehari.

Sistem piece rate payment ini pertama kali ditemukan oleh Frederick Winslow Taylor, seorang insinyur konsultan, pada makalahnya yang diajukan kepada ASME (American Society of Mechanical Engineers; sebuah perkumpulan insinyur mekanik Amerika Serikat) di tahun 1895. Tujuan awal sistem penggajian ini adalah untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas karyawan di industri manufaktur AS. Pada zaman itu, rata – rata dari pekerja di industri manufaktur belum terlatih dan belum terspesialisasi. Supervisor mereka pun belum pernah mendapatkan pelatihan untuk menangani orang. Dalam kondisi seperti ini, F. W. Taylor membuat sistem piece rate payment. Penemuan piece rate payment ini berdasarkan teori “economic man”, yaitu asumsi bahwa semua orang hanyalah termotivasi akan uang dan satu – satunya cara untuk membuat mereka lebih berusaha adalah memberi mereka kesempatan untuk mendapatkan lebih banyak uang. Dalam kondisi pada waktu itu, dengan menggunakan piece rate payment, produktivitas karyawan di industri manufaktur AS melesat. Tetapi apakah hal yang sama akan terjadi di kondisi kerja zaman sekarang?

Bila kita melihat hierarki kebutuhan Maslow, manusia memiliki kebutuhan lebih dari uang saja. Setelah kebutuhan uang mereka sudah tercukupi, mereka akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka yang lain. Hal ini adalah sumber motivasi manusia (menurut Maslow). Berdasarkan ini, piece rate payment hanya akan efektif sampai kebutuhan fisiologi karyawan kita terpenuhi. Setelah itu, mereka akan lebih memilih untuk menggunakan energi dan waktu mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka yang lain. Contohnya, mereka mungkin akan bekerja keras sampai mereka menghasilkan jumlah yang cukup untuk membiayai kebutuhan fisiologinya, setelah itu mungkin mereka akan berusaha memenuhi kebutuhan mereka untuk keamanan dan akan mencari pekerjaan lain yang mempunyai jaminan kerja.

Sekarang mari kita lihat piece rate payment dari sudut pandang two-factor theory. Menurut two-factor theory, gaji adalah hygiene factor dan bukan motivator. Artinya, gaji tidak akan membuat karyawan kita puas akan pekerjaannya dan memotivasi mereka; gaji akan menghilangkan ketidakpuasan mereka terhadap pekerjaan mereka. Menurut two-factor theory, kondisi kerja yang memiliki hygiene-factor tetapi tidak ada motivator akan memiliki karyawan yang hanya mengerjakan pekerjaan mereka untuk mendapat gaji. Selebih itu, mereka tidak akan mencoba untuk bekerja lebih dari yang diminta (di konteks ini lebih secara kualitatif daripada kuantitatif) dan bahkan mencoba untuk mencari pekerjaan lain yang lebih memuaskan.

Dari dua teori yang telah dibahas sebelumnya, kita dapat melihat bahwa piece rate payment kurang efektif  dalam memotivasi karyawan kita. Selain masalah motivasi, piece rate payment juga memiliki masalah – masalah lain. Contohnya, karyawan kita akan lebih terfokus terhadap kuantitas daripada kualitas; artinya mereka akan menghasilkan jumlah yang banyak, tetapi dengan kualitas yang hanya memenuhi standar atau mungkin memilliki kekurangan yang tidak terdeteksi dalam penilaian kita.

Disini, mungkin terlihat bahwa piece rate payment bukanlah sistem yang pantas digunakan di kondisi kerja zaman sekarang; apakah ada kondisi dimana piece rate payment akan meningkatkan produktifitas karyawan kita?

Seperti yang dikatakan sebelumnya, menurut Maslow gaji hanya akan memotivasi karyawan kita sampai kebutuhan fisiologi mereka telah terpenuhi. Setelah kebutuhan ini terpenuhi, mereka akan mencoba untuk memuaskan kebutuhan mereka yang lain. Bila hal ini tidak dapat dilakukan di tempat bekerja mereka yang sekarang, maka mereka akan pindah. Hal ini mungkin akan mempersulit bisnis kita bila kita telah mengeluarkan banyak hal untuk merekrut mereka, tetapi bila pekerjaan mereka tidak memerlukan banyak pelatihan maka merekrut orang baru mungkin tidak memakan sumber daya terlalu banyak. Artinya, walaupun kita mungkin tidak bisa menggunakan sistem piece rate payment kepada akuntan atau insinyur kita, mungkin kita bisa menggunakannya kepada pekerja harian kita. Pada dasarnya, pekerja harian kita hanyalah mengerjakan pekerjaan ini untuk mendapatkan gaji dan itulah hal yang memotivasi mereka untuk melakukan pekerjaan ini. Menggunakan sistem penggajian ini, mereka akan mendapatkan kesempatan untuk menerima gaji yang lebih tinggi dan kita akan mendapatkan jumlah hasil yang lebih banyak. Asalkan pengawasan kualitas dilakukan dengan benar, tidak akan ada masalah menerapkan piece rate payment kepada pekerja macam ini.

Selain itu, pastinya piece rate payment tidak bisa diterapkan kepada pekerjaan dimana hasilnya akan lebih kualitatif daripada kuantitatif, contohnya pekerjaan kreatif. Memang kita bisa membayar desain grafis kita tergantung berapa desain yang mereka hasilkan, namun akan lebih penting untuk memperhatikan kualitas dari desain yang mereka berikan.

Pada dasarnya, walaupun piece rate payment tidak akan bisa diterapkan kepada segala macam pekerjaan, bukanlah berarti bahwa tidak ada pekerjaan yang bisa menggunakan piece rate payment. Pekerjaan yang bisa diterapkan adalah pekerjaan – pekerjaan dimana kita tidak akan takut karyawan kita pindah ke tempat lain. Selain itu, kita juga tidak bisa menerapkan piece rate payment ke pekerjaan yang lebih mementingkan kualitas daripada kuantitas. Kita juga bisa menerapkan piece rate payment bersama dengan metode motivasi lainnya. Contohnya adalah bila kita membayar mereka menurut hasil mereka, tetapi selain itu kita memberi mereka jaminan kerja (minimum gaji per bulan), kesempatan untuk berkembang, pengakuan atas kerja keras mereka, atau memberi mereka pekerjaan yang menantang keterampilan mereka. Bisa saja bisnis zaman sekarang menggunakan piece rate payment, tetapi kita harus mengingat bahwa piece rate payment bukanlah sesuatu yang dapat menjadi satu – satunya sumber motivasi karyawan kita. Karena kalau kita lupa, bersiap – siaplah kehilangan mereka.

Source:

https://content.wisestep.com/advantages-disadvantages-piece-rate-pay/

Stimpson, P., & Smith, A. (2011). Business and Management for the IB Diploma. Cambridge: Cambridge University Press.